Kompas.com - Sistem Jaminan Sosial Nasional merupakan salah satu amanat pendiri bangsa Indonesia untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Namun baru pada 1 Januari 2014 mendatang rakyat Indonesia bisa menikmati jaminan kesehatan. Sementara jaminan hari tua dan pensiun selambat-lambatnya 1 Juli 2015.
Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron mengatakan, Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) akan dijalankan secara bertahap dan ditargetkan di tahun 2019 seluruh masyarakat sudah memiliki jaminan sosial.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 150 juta orang di dunia akan jatuh miskin ketika sakit. Jutaan di antaranya di Indonesia. Tak heran jika masyarakat kita cukup akrab dengan istilah "sadikin" atau sakit sedikit langsung miskin jika sakitnya berat.
Menurut data, baru tiga persen rakyat Indonesia memiliki jaminan kesehatan. Padahal idealnya ketika seseorang sakit, mengalami kecelakaan kerja, atau menganggur, ia tidak harus menggunakan uangnya sendiri.
Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Indonesia Hasbullah Thabrany mengatakan, SJSN harus mencakup jaminan kesehatan seumur hidup, tidak diskriminatif dan mencakup seluruh jenis penyakit agar seluruh masyarakat terlindungi.
"Kelak tidak ada orang sakit yang tidak diobat hanya karena ia tidak punya cukup uang. Jangan lupa, biaya pengobatan bisa mencapai ratusan juta rupiah. Siapa mampu bayar dari kantong sendiri?," kata Hasbullah.
Apalagi menurut Data Riset Kesehatan Dasar Kementrian Kesehatan, jumlah penyakit tidak menular tiap tahun terus meningkat. Padahal penyakit seperti hipertensi, diabetes, atau kanker, menyebabkan biaya tinggi karena pengobatannya seumur hidup. BPJS akan menjadi tempat seluruh rakyat bergotong royong membayar biaya berobat.
"Kalau biaya berobat yang mahal itu tidak ditanggung, maka kita semua akan terlibat pembunuhan masal. Tidak ada negara berbudaya yang melakukan hal itu," imbuhnya.
Pembiayaan yang ditanggung bersama secara nasional akan membuat biaya kesehatan menjadi murah. Selain itu sistem jaminan kesehatan sudah terbukti efektif menyehatkan penduduk sakit dan meningkatkan produktivitas warganya.
Nantinya, manfaat yang akan didapatkan penduduk dari SJSN ini akan jauh melebihi asuransi kesehatan komersil, Askes, atau Jamkesmas. Aspek manfaat yang akan didapatkan bersifat komperhensif, termasuk perawatan kanker hingga cuci darah, serta berlangsung seumur hidup.
Iuran
Peraturan Pemerintah tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI) mengatur iuran sebesar Rp 22.202 untuk warga miskin yang ditanggung oleh negara. Secara keseluruhan perkiraan kebutuhan dana untuk PBI ini mencapai Rp 21,31-25 triliun per tahun.
Sementara itu pola pembayaran iuran untuk karyawan, PNS/Polri berlaku sistem persentase. Bagi PNS sebesar 4 persen per jiwa, 2 persen dari pemerintah dan sisanya dari pegawai. Sedangkan untuk pekerja ditetapkan 3 persen untuk yang masih lajang dan 6 persen bagi yang berkeluarga.
Kendati demikian, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia menilai jumlah tersebut masih jauh dari standar biaya layanan kesehatan. Perhitungan IDI, premi yang rasional Rp 60.000 perse orang. Dengan demikian subsidi pemerintah sekitar Rp 72 triliun.
Besar iuran yang diusulkan IDI tersebut adalah besar iuran harga keekonomian. Menurut Hasbullah, iuran yang sesuai harga keekonomian adalah antara Rp 50.000 - 60.000 per orang per bulan di tahun 2014. Ia membandingkan dengan pemerintah Thailand yang membayar iuran sebesar setara dengan Rp.72.000 perorang per bulan.
"Negara-negara maju menghabiskan 20-30 persen pendapatan domestik bruto untuk belanja sosial, termasuk untuk jaminan sosial. Negara kita hanya mengeluarkan 0,3 persen, itu pun susah mengeluarkan dananya," katanya.
Di lain pihak, untuk hal yang bukan kewajiban negara, seperti subsidi BBM, pemerintah dan DPR menggunakan harga keekonomian. Subsidi energi yang mencapai Rp 300 triliun tahun ini hanya menguntungkan 30 persen penduduk terkaya.
Upaya preventif
Terlepas dari polemik yang masih membayangi masalah pembiayaan SJSN, sosialisasi adalah hal yang penting. Masyarakat harus memahami bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan berjenjang, dimulai dari pelayanan kesehatan primer atau Puskemas dan baru bisa berobat ke rumah sakit pemerintah dengan rujukan.
Pemerintah juga seyogianya menekankan pentingnya aspek promotif-preventif daripada kuratif-rehabilitatif. Selain menurunkan jumlah orang yang sakit, upaya promotif-preventif juga berdampak pada efisiensi biaya kesehatan.
Masyarakat harus dididik untuk hidup bersih dan sehat. Himbauan stop merokok, menjaga berat badan, serta pola konsumsi seimbang harus menjadi bagian dari gaya hidup sehari-hari. Termasuk untuk tidak selalu menuntut mendapat obat ketika berobat.
Penyelenggara
Sesuai UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) akan beralih dari badan usaha milik negara (BUMN) menjadi BPJS Kesehatan mulai 1 Januari 2014 dan BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Juli 2015.
Direktur PT.Askes, Gede Subawa, mengatakan pihaknya siap untuk mengelola BPJS secara profesional dan berorientasi pada kepuasan pelanggan. "Kami tidak akan kembali pada birokrasi tetapi prinsip korporasi," katanya dalam sebuah seminar bertajuk Jaminan Kesehatan Nasional yang Ditunggu Semua Orang di Nusa Dua Bali, beberapa waktu silam.
Pengalaman Askes selama 44 tahun mengurus jaminan kesehatan bagi pegawai negeri dan anggota keluarganya sudah menjadi bukti kesiapan lembaga ini dalam menjalankan BPJS Januari 2014 mendatang.
View the original article here
0 komentar:
Posting Komentar