Dalam rubrik ini, saya akan menguraikan bahasan khusus seputar masalah
bid’ah dalam shalat tarawih yang banyak menyebar di tengah masyarakat,
dan diyakini sebagai perkara sunnah serta dianggap baik oleh sebagian
besar orang awam. Akibatnya sunnah-sunnah shalat tarawih yang
dianjurkan, banyak kehilangan bentuk dan kemurniannya. Di antara bid’ah
yang lazim terjadi di masyarakat seputar masalah shalat tarawih, ialah
sebagai berikut.
Pertama.
Shalat tarawih dengan cepat, laksana ayam mematuk makanan. Mayoritas
imam masjid kurang memiliki akal sehat dan pengetahuan agama yang baik.
Hal itu nampak dari cara melakukan shalat. Bahwa hampir semua shalat
yang dilakukan, mirip dengan shalatnya orang yang sedang kesurupan,
terutama ketika shalat tarawih. Mereka melakukan shalat 23 raka’at hanya
dalam waktu 20 menit, dengan membaca surat Al ‘Ala atau Adh Dhuha.
Menurut semua madzhab, dalam melakukan shalat tidak boleh seperti itu,
karena ia merupakan shalat orang munafik, sebagaimana firmanNya: Dan
apabila mereka berdiri untuk shalat, maka mereka berdiri dengan malas.
Mereka bermaksud riya’ di hadapan manusia dan tidak menyebut Allah,
kecuali hanya sedikit sekali. (QS An Nisa’:142). Bentuk dan cara shalat
tarawih yang seperti itu, jelas bertentangan dengan cara shalat tarawih
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam , para sahabat dan ulama salaf.
Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda,
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
Maka berpegang teguhlah kepada sunnahku
dan sunnah para Khulafaur Rasyidin yang memberi petunjuk, berpegang
teguhlah kepadanya dan gigitlah dengan gigi geraham kalian. Waspadalah
terhadap perkara-perkara baru (bid’ah), karena setiap perkara yang baru
adalah bid’ah, dan setiap yang bid’ah adalah sesat. (Abu Daud, Tirmidzi
dan Ibnu Majah).
Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallamn bersabda,
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْْتُمُوْنِيْ أُصَلِّي
Shalatlah kamu sekalian sebagaimana kalian melihat aku shalat. (HR Bukhari, Muslim, Ahmad. Lihat Irwaul Ghalil no: 213).
Ad Darimy meriwayatkan, bahwa Abu Aliyah
berkata,”Jika kami mendatangi seseorang untuk menuntut ilmu, maka kami
akan melihat ia shalat. Jika ia shalat dengan benar, kami akan duduk
untuk belajar dengannya. Dan kami berkata,’Dia akan lebih baik dalam
masalah lain’. Sebaliknya, jika shalatnya rusak, maka kami akan
berpaling darinya dan kami berkata,’Dia akan lebih rusak dalam masalah
yang lain’.” Dan suatu hal yang menguatkan lagi, bahwa demikian itu
menjadi perkara bid’ah, karena dikerjakan secara rutin dan permanen pada
setiap bulan Ramadhan. Mereka beranggapan, bahwa hal itu merupakan cara
terbaik dalam menunaikan shalat tarawih.
Kedua. Membaca surat
Al’An’am dalam satu raka’at dari shalat tarawih. Para ulama menganggap,
bahwa membaca surat Al An’am dalam satu raka’at dari shalat tarawih
termasuk perbuatan bid’ah, karena demikian itu tidak bersandarkankepada
suatu dalil. Adapun hadits dari Ibnu Abbas dan Ubay bin Ka’ab bahwa
Rasulullah bersabda:
أُنْزِلَتْ سُوْرَةُ الأَنْعَامِ جَمَّةً وَاحِدَةً يُشَيِّعُهَا سَبْعُوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ بِالتَّسْبِيْحِ وَالتَّحْمِيْدِ.“Surat Al’An’am diturunkan sekaligus dalam sekali tahapan yang dihantarkan oleh tujuh puluh ribu malaikat sambil membaca tasbih dan tahmid”.
Banyak orang awam yang tertipu dengan hadits ini. Padahal menurut Imam As Suyuthi, bahwa hadits di atas adalah dhaif. Andaikata pun hadits tersebut shahih, juga sedikitpun tidak ada anjuran yang bersifat sunnah dibaca dalam satu raka’at.
Membaca surat Al An’am dalam satu raka’at bisa dikatakan bid’ah karena beberapa alasan sebagai berikut. Pertama, mengkhususkan surat Al An’am menipu ummat, bahwa surat yang lain kurang afdhal atau tidak baik untuk dibaca pada waktu shalat tarawih. Kedua, bacaan tersebut hanya dikhususkan pada waktu shalat tarawih. Ketiga, memberatkan kaum muslimin terutama orang awam, sehingga mereka akan marah atau jengkel atau timbul kebencian terhadap ibadah. Keempat, yang demikian itu menyelisihi sunnah, sebab Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan agar raka’at kedua lebih pendek daripada raka’at pertama, sementara bid’ah ini telah merubah secara tolal sunnah tersebut dan melawan syari’at.[5]
Ketiga : Bid’ah Mengumpulkan Ayat-Ayat Sajadah.
Seorang imam mengumpulkan ayat-ayat sajadah ketika khataman Al Qur’an pada shalat tarawih dalam raka’at terakhir, kemudian ia sujud bersama makmum. [6]
Keempat : Membaca Beberapa Ayat Yang Disebut Ayat-Ayat Hirs (Perlindingan).Seorang imam mengumpulkan ayat-ayat sajadah ketika khataman Al Qur’an pada shalat tarawih dalam raka’at terakhir, kemudian ia sujud bersama makmum. [6]
Mengumpulkan beberapa ayat yang mereka sebut dengan nama ayat-ayat perlindungan, lalu dibaca secara keseluruhan di akhir raka’at dalam shalat tarawih.[7]
Kelima : Bid’ah Dzikir Dan Do’a Ketika Hendak Memulai Shalat Tarawih.
Ucapan seorang bilal atau imam ketika hendak memulai shalat tarawih yang dibaca dengan berjama’ah dan suara keras.[8]
صَلاَةَ التَّرَاوِيْحِ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ رَحِمَكُمُ اللهُ.
صَلاَةَ التَّرَاوِيْحِ آجَرَكُمُ اللهُ.
Kebid’ahan ini banyak sekali menyebar di negeri ini. Dianggap sebagai sesuatu yang baik dan sunnah, padahal hal tersebut tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabat. Padahal setiap cara ibadah dan praktek agama yang tidak ada dalil atau landasan hukumnya, maka tertolak dan dinyatakan sebagai perbuatan bid’ah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَالَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ.
“Barangsiapa yang membuat-buat ibadah dalam ajaran kami ini (Islam) yang bukan merupakan bagian darinya, maka amalan itu tertolak”. [HR Bukhari].
Keenam : Berdzikir Dengan Dipandu Seorang Bilal.
Berdzikir dengan dipandu seorang bilal setiap selesai shalat dua raka’at dari shalat tarawih, maka perbuatan seperti ini termasuk bid’ah. Namun terkadang bacaan dzikir dilakukan sendiri-sendiri dengan ringan, atau terkadang dzikir tersebut dibaca secara berjama’ah.[9]
Dzikir dengan cara ini termasuk bid’ah, karena beberapa alasan berikut. Pertama, karena membuat tata cara baru dalam beribadah yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan perbuatan bid’ah. Dari Jabir bin Abdullah diriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda : “Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad. Seburuk-buruk ibadah adalah yang dibikin-bikin, dan setiap bid’ah itu adalah sesat”. [10] Kedua, dzikir tersebut hanya dikhususkan pada waktu shalat tarawih saja, padahal mengkhususkan suatu ibadah yang tidak berdasarkan dalil, maka hal itu termasuk perbuatan bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat. Ketiga, tindakan itu boleh jadi memberatkan kaum muslimin terutama orang awam, sehingga menimbulkan sikap kebencian terhadap ibadah. Keempat, perbuatan itu dengan jelas telah menyelisihi sunnah. Sebab Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menganjurkan membaca dzikir secara berjama’ah dalam shalat tarawih. Begitu pula beliau n tidak pernah mengajarkan bacaan dzikir-dzikir tersebut. Maka bentuk dzikir seperti itu bertentangan dengan sunnah Rasulullah dan kebiasaan para sahabat.
Ketujuh : Mengkhususkan Membaca Qunut Pada Shalat Tarawih.
Mengkhususkan qunut hanya pada pertengahan Ramadhan dalam shalat tarawih. Yang demikian itu tidak pernah dicontohkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Imam Malik dalam kitab Mudawwanah Al Kubra menyatakan,”Tidak ada dalil shahih yang bisa digunakan sebagai sandaran bagi orang yang mengkhususkan qunut dalam shalat tarawih pada bulan Ramadhan, baik pada awal maupun akhir Ramadhan, atau pada shalat witir [11].
Kedelapan : Shalat Tarawih Bersama-Sama Antara Kaum Laki-Laki Dan Kaum Wanita Dalam Satu Masjid.
Diantara kebid’ahan dan kemungkaran dalam masjid yang berkaitan dengan shalat -terutama shalat tarawih- yaitu melakukan shalat berjamaah campur-baur antara kaum laki-laki dan kaum wanita dalam satu masjid [12].
Kesembilan : Dzikir Dengan Suara Keras Dan Berjama’ah Seperti Koor.
Dzikir berjama’ah dengan suara keras seperti koor pada setiap waktu istirahat dalam shalat tarawih, merupakan perbuatan bid’ah [13]. Adapun lafadz dzikir yang mereka baca secara berbeda-beda sesuai dengan perbedaan tempat dan daerah, maka perbuatan seperti ini termasuk mengumpulkan berbagai macam keburukan dan kebid’ahan, antara lain: Pertama, bid’ah dzikir berjama’ah dengan suara koor. Kedua, bid’ah dalam menggunakan lafadz-lafadz dzikir yang tidak diajarkan oleh Rasulullah. Ketiga, mengganggu kaum muslimin dengan suara keras, dan boleh jadi dzikir tersebut disampaikan lewat mikrofon atau pengeras suara. Keempat, membuat praktek ibadah baru dalam shalat tarawih yang tidak pernah dicontohkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.
“Barangsiapa yang melakukan amalan yang tidak sesuai dengan ajaran kami, maka ibadahnya itu tertolak”. [HR Muslim].
Kesepuluh : Dzikir Berjama’ah Dengan Suara Keras Saat Akan Dimulainya Raka’at Baru Dalam Shalat Tarawih.
Bacaan dzikir yang diamalkan setiap selesai salam dari dua raka’at shalat tarawih, dan (kemudian) hendak memulai raka’at yang baru, (dzikir seperti ini)termasuk perbuatan bid’ah. Tata cara dan bacaan dzikir tersebut antara lain:
Seorang bilal membaca:
فَضْلٌ مِنَ اللهِ وَالنِّعْمَةُ يَا تَوَّابُ يَا وَاسِعَ الْمَغْفِرَةِ . أَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ.
Lalu dijawab oleh para jama’ah shalat tarawih secara bersama-sama dengan suara keras
صَلُّوْا عَلَيْهِ, ……. أَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ. …….
Kemudian pada raka’at-raka’at yang akhir mereka mendo’akan kepada khulafaurrasyidin yang empat.
Kesebelas : Bid’ah Do’a Berjama’ah Ketika Istirahat Antara Shalat Tarawih Dengan Shalat Witir.
Do’a berjama’ah pada saat istirahat antara shalat tarawih dengan shalat witir merupakan perbuatan bid’ah yang munkar. Begitu juga ketika hendak shalat witir, bilal atau imam mengucapkan:
صَلُّوْا سُنَّةَ الْوِتْرِ رَحِمَكُمُ اللهُ أَوْ آجَرَكُمُ اللهُ.
Kebanyakan mereka yang mengamalkan bid’ah ini telah membuat bacaan do’a secara khusus, yang tidak bersandar kepada satu dalilpun, dan tidak pernah diajarkan oleh para ulama salaf mapun imam sunnah [14].
Keduabelas : Melazimkan Surat Al Ikhlas Dan Mu’awidzatain Dalam Setiap Raka’at Akhir Dari Shalat Witir.
Melazimkan surat Al Ikhlas dan Muawidzatain dalam setiap raka’at terakhir dari shalat witir, termasuk perbuatan bid’ah. Hal tersebut tidak pernah dicontohkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ulama salaf dari kalangan para sahabat dan tabi’in. Sementara sebagai orang awam terpesona dengan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan Imam Ath Thabrani dalam Mu’jamul Ausath, dari Abu Hurairah dengan sanad yang lemah, karena terdapat seorang perawi As Sary bin Ismail dan Miqdam bin Daud, yang keduanya merupakan perawi yang dhaif. Begitu juga hadits serupa diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dalam Sunan-nya dan Imam At Tirmidzi dalam Sunan-nya, serta Ibnu Majah dalam Sunan-nya, dari hadits Aisyah dengan sanad yang lemah.
Imam Al Mundziri berkata, bahwa hadits ini diriwayatkan Abu Daud dan Tirmidzi serta Ibnu Majah dari Aisyah dari Khushaif bin Abdurahman Al Harrani; telah dinyatakan sebagai perawi yang lemah oleh kebanyakan para imam ahli hadits.
Ibnul Jauzi berkata,”Imam Ahmad dan Yahya Ibnu Main telah mengingkari dengan keras tambahan Muawidzatain dalam raka’at akhir dari shalat witir [15].
Ketigabelas : Berhenti Dari Shalat Qiyamul Lail Atau Shalat Tarawih Setelah Khataman Al-Qur’an.
Sebagian umat Islam ada yang menghentikan qiyamul lail atau shalat tarawih setelah menyelesaikan khataman Al Qur’an, padahal perbuatan tersebut termasuk bid’ah [16].
Keempatbelas : Membaca Dua Juz Atau Lebih Dari Al-Qur’an Pada Shalat Tarawih Terakhir.
Membaca dua juz atau lebih pada malam terakhir dalam shalat tarawih. Ada juga yang melazimkan dari mulai surat Adh Dhuha hingga selesai [17].
Demikianlah penjelasan beberapa bid’ah seputar shalat tarawih, yang secara umum sudah banyak tersebar di tengah masyarakat. Maka demi menjaga keutuhan ajaran Islam dan melestarikan sunnah, serta memelihara pahala ibadah -terutama shalat tarawih- maka saya mengajak kepada seluruh umat Islam agar meninggalkan kebiasaan buruk dan perbuatan bid’ah dalam setiap bidang agama. Al Qur’an dan Sunnah Rasul dengan tegas memperingatkan tentang bahaya bid’ah. Begitu pula para sahabat dan para tabi’in yang mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan melakukan kebajikan juga memperingatkan bahaya bid’ah dengan tegas
Diantara dalil dari Al Qur’an yang memperingatkan tercelanya bid’ah, antara lain sebagai berikut.
DALIL-DALIL DARI AL-KITAB
Allah berfirman, ‘Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa”. ([Al An’Am : 153].
Jalan yang lurus adalah jalan Allah yang wajib diikuti. Jalan itu adalah Sunnah. Sedangkan jalan yang beraneka ragam dan corak itu hanyalah jalan ahli bid’ah yang melenceng dari jalan yang lurus.
DALIL-DALIL DARI AS-SUNNAH
Nabi bersabda,
إِنِّيْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لَا يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدِي إِلَّا هَالِكٌ
“Sesungguhnya aku telah meninggalkan untuk kalian ajaran putih bersih. Malamnya laksana siangnya. Dan tidaklah seseorang yang menjauhinya, kecuali pasti akan mengalami kehancuran”. [HR Ahmad dan Ibnu Majah].
مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
“Barangsiapa memberi contoh yang baik dalam Islam, maka ia mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengerjakan perbuatan baik tersebut, tanpa mengurangi pahala-orang itu sedikitpun. Dan barangsiapa memberi contoh yang buruk dalam Islam, maka ia mendapatkan dosa dan dosa orang yang mengerjakan perbuatan dosa itu setelahnya, tanpa mengurangi dosa orang-orang itu sedikitpun”. [HR Muslim]
Dari Abdullah bin Mas’ud berkata, bahwa pernah pada suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat suatu garis, lalu bersabda,”Ini adalah jalan Allah yang lurus,” kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat garis-garis di sebelah kanan dan kirinya, lalu bersabda,”Ini adalah jalan-jalan, dan setiap jalan tersebut terdapat syetan yang mengajak kepada jalan itu,” kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan firman Allah: “Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa”. (Al An’am:153)”. [HR Ahmad dalam Musnad, Ad Darimi, Al Hakim dalam Mustadrak dan Ibnu Abu Ashim dalam As Sunnah].
Sumber: http://suaraquran.com/14-contoh-bid%E2%80%99ah-dalam-shalat-tarawih/
0 komentar:
Posting Komentar